Liberalisasiperdagangan akan membentuk ketergantungan pada bidang - 51051073 sherengabriella31211 sherengabriella31211 33 menit yang lalu Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas Liberalisasi perdagangan akan membentuk ketergantungan pada bidang sherengabriella31211 menunggu jawabanmu. Bantu jawab dan dapatkan poin. Parapemimpin ASEAN menandatangani Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) pada KTT ke-9 di Bali. Kesepakatan tersebut membentuk salah satunya adalah ASEAN Economic Community (AEC). ASEAN berharap sebelum tahun 2015, pergerakan barang, jasa, investasi, dan buruh terampil di ASEAN akan dibuka dan diliberalisasi sepenuhnya, sementara aliran modal akan dikurangi hambatannya. Liberalisasiperdagangan akan membentuk ketergantungan pada bidang a. investasi b. ekonomi c. pekerjaan d. pendidikan e. penanaman modal asing Jawaban: b 39. Berikut yang merupakan salah satu kegiatan Bank Dunia adalah. a. pembiayaan proyek infrastruktur b. pengendalian ekonomi suatu negara c. pinjaman dengan bunga tinggi AncamanLiberalisasi dan Ketergantungan Pangan di balik RUU Pangan Bantuan pembiayaan di bidang Pangan meliputi: a. subsidi teknologi; b. sarana dan prasarana Ketersediaan Pangan; c. penurunan tarif ekspor; dan d. penetapan harga dasar. Maka pengendalian inflasi melalui kebijakan produksi dan perdagangan pangan agaknya akan lebih Dalamliberalisasi perdagangan di Sektor Pertanian, Putaran Uruguay telah menghasilkan dokumen kompromi pada bulan Desember 1993. Ada dua hal yang disepakati, yaitu: 1.Melaksanakan liberalisasi perdagangan, dengan menerapkan aturan permainan GATT di bidang pertanian; dan Vay Tiền Trả Góp 24 Tháng. Latihan Soal Online - Latihan Soal SD - Latihan Soal SMP - Latihan Soal SMA Kategori Sejarah ★ Ujian Semester 2 UAS / UKK Sejarah SMA Kelas 12Liberalisasi perdagangan akan membentuk ketergantungan pada bidang… a. investasi b. ekonomi c. pekerjaan d. pendidikan e. penanaman modal asingPilih jawaban kamu A B C D E Latihan Soal SD Kelas 1Latihan Soal SD Kelas 2Latihan Soal SD Kelas 3Latihan Soal SD Kelas 4Latihan Soal SD Kelas 5Latihan Soal SD Kelas 6Latihan Soal SMP Kelas 7Latihan Soal SMP Kelas 8Latihan Soal SMP Kelas 9Latihan Soal SMA Kelas 10Latihan Soal SMA Kelas 11Latihan Soal SMA Kelas 12Preview soal lainnya Eropa Pada Abad PertengahanSalah satu pengaruh Revolusi Industri adalah Abolition Bill yang berisi tentang …. A. penghapusan perbudakan B. pembebasan manusia dari penjajahan C. pernyataan sah terhadap perbudakan D. penguatan terhadap imperialisme modern yang dilakukan Inggris E. pernyataan hak asasi manusia dari traffickingCara Menggunakan Baca dan cermati soal baik-baik, lalu pilih salah satu jawaban yang kamu anggap benar dengan mengklik / tap pilihan yang Latihan Soal LainnyaKimia SMA Kelas 11PTS PAI Semester 2 Genap SMP Kelas 7Ulangan Harian IPS Tema 3 SD Kelas 5Ulangan PAI SD Kelas 1PTS Semester 1 Ganjil Bahasa Inggris SMA Kelas 10Ilmu Tajwid, Ikhtiar dan Tawakkal SMP MTs Kelas 9UTS Penjaskes PJOK SD Kelas 4Tema 7 Subtema 1 SD Kelas 3Ancaman Dibidang Politik, Ekonomi,Sosial budaya - PKn SMA Kelas 11Mengidentifikasi Pengaruh Kemajuan Iptek terhadap NKRI - PKn SMA Kelas 12 Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Globalisasi sektor perdagangan telah mendorong Indonesia untuk berkomitmen menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan. Ada anggapan bahwa liberalisasi perdagangan justru melemahkan perekonomian. Hal ini kontroversial karena kebijakan liberalisasi perdagangan ditempuh dengan tujuan meningkatkan efisiensi ekonomi. Bagi Indonesia, liberalisasi perdagangan merupakan tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu penting untuk menganalisis dampak liberalisasi perdagangan terhadap pertumbuhan global dari liberalisasi perdagangan adalah harga produk perkebunan yang lebih tinggi dan berbagai dampak pada produksi, konsumsi dan perdagangan. Juga, efek positif cenderung tidak merata. Beberapa negara telah mencapai pengembalian positif yang lebih besar. Banyak perdebatan ilmiah yang membahas menganai dampak liberalisasi perdagangan global yang belum tuntas untuk memberikan kesuksesan besar untuk pertumbuhan ekonomi secara global. Menurut beberapa ahli ekonomi, perdagangan antar negara harus bebas dari segala hambatan, hambatan-hambatan yang terjadi ada dua yaitu hambatan tarif dan non-tarif untuk perdagangan. Keterbukaan perdagangan harus didorong oleh negara-negara yang lebih fokus pada produksi produk unggulan lebih efisien sehingga keterbukaan itu memiliki efek positif pada seluruh perekonomian. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perdagangan bebas menguntungkan negara peserta dan dunia. Menurut penelitian Hadi 2003, selain meningkatkan pemerataan kesejahteraan antar negara, liberalisasi perdagangan juga meningkatkan volume dan efisiensi ekonomi perdagangan dunia. Namun, karena perbedaan dalam kontrol sumber daya, faktor yang mendorong daya saing, beberapa ahli percaya bahwa tidak semua negara menikmati manfaat positif dari liberalisasi pada tingkat yang sama, dan saya pikir efek negatifnya bahkan dapat membawa Sebuah studi oleh Nayyar 1997 menemukan bahwa keuntungan dari liberalisasi perdagangan hanya akan terakumulasi di sejumlah kecil negara berkembang, yaitu negara-negara yang termasuk dalam kategori lebih maju seperti Thailand, Korea Selatan dan China. Namun, kesejahteraan ini tidak tersedia untuk semua negara. Bahkan negara-negara di kawasan lain Asia Selatan, Afrika, Argentina, Brasil, sisa Amerika Latin, sebagian Eropa, Timur Tengah, dan negara-negara bekas Uni Soviet mengalami dampak buruk. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian seperti Wijaya 2000 dan Oktaviani 2000 yang menunjukkan bahwa dampak positif pembukaan ekonomi terhadap perekonomian nasional tidak sama. Secara keseluruhan, melihat dampak liberalisasi perdagangan di semua sistem terhadap kinerja pertumbuhan nasional, Produk Domestik Bruto PDB riil mengalami peningkatan di seluruh negara ASEAN. Sistem ASEAN-Asia memiliki rata-rata peningkatan pertumbuhan PDB riil tertinggi, mencapai 1,22%.Seiring dengan percepatan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh peningkatan konsumsi dan investasi masyarakat, maka berdampak pula pada peningkatan kesejahteraan. Selain itu, dengan menghilangkan tarif impor, masyarakat dapat memperoleh barang dengan relatif murah efek ini disebut dengan trade creation effect. Trade Creation Effect adalah penggantian produk dalam negeri yang sesuai dengan perjanjian liberalisasi perdagangan dengan impor yang lebih murah dari negara anggota lainnya. Jika semua sumber daya dimanfaatkan sepenuhnya dan masing-masing negara berspesialisasi dalam perdagangan berdasarkan keunggulan komparatifnya, setiap negara akan dapat menerima barang dengan harga yang relatif rendah, yang akan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan perdagangan di ASEAN dan Asia berdampak pada kinerja impor dan ekspor seluruh negara ASEAN. Berdasarkan hasil simulasi untuk semua sistem yang ada, liberalisasi di ASEAN dan Asia terlihat lebih berpengaruh dibanding sistem lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa liberalisasi ASEAN dan negara-negara seperti China, Korea Selatan, Jepang dan India juga akan mempengaruhi nilai impor dan ekspor negara-negara ASEAN, namun nilainya relatif kecil. Hal ini juga menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang lebih luas akan semakin meningkatkan kinerja perdagangan negara-negara anggota. Sebuah studi oleh Create et al. 2002 menemukan hasil serupa untuk tingkat integrasi ekonomi di APEC, Uni Eropa, dan NAFTA. Artinya integrasi ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan perdagangan studi menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peningkatan kinerja perdagangan yang mengiringi peningkatan ekspor. Meskipun kebijakan perdagangan liberal mendorong pertumbuhan impor dan ekspor, pertumbuhan impor lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor. Liberalisasi ditandai dengan pembongkaran atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan berupa tarif dan non tarif. Liberalisasi perdagangan dapat menjadi ancaman bagi negara dan ekonomi berkembang karena mereka dipaksa untuk bersaing di pasar yang sama dengan negara dan ekonomi yang lebih kuat, akibatnya akan timbul ketimpangan, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin kurang beruntung. Misalnya, di negara-negara berkembang yang terus bergantung pada impor, produk dalam negeri menjadi kompetitif tidak hanya dalam harga tetapi juga dalam kualitas, menurunkan tingkat produksi dalam negeri dan memperburuk pertumbuhan ekonomi. Dampak liberalisasi perdagangan internasional terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi kerakyatan terbukanya pasar bebas, bermunculannya banyak pengusaha dari dalam dan luar Indonesia, mulai maraknya rekrutmen. Lihat Kebijakan Selengkapnya ArticlePDF AvailableAbstractThis paper analyzes the impact of trade liberalization on the domestic price of industry product by utilizing the structure-conduct-performance SCP model. Applying the model to a pooled data of the 3 digits ISIC level of Indonesian industry product, the result shows the abnormal price determination on industry level after the increase of trade liberalization. The existence of this phenomenon, the downward profit-margin rigidity, is indicated by the increase of the profit margin, which reduces the social welfare and tends to persist the inflation. A clear consequence for the Indonesian Central Bank, is to faster and increase the credibility of the middle and long term inflation target, either by clarify the policy signal and its consistency and increase the cooperation with the government. JEL E31, L11, O24, P23 KeywordTrade liberalization, Structure-Conduct-Performance, Price, Industry Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to may be subject to copyright. 523Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance ModelDampak Liberalisasi Perdagangan terhadap PerilakuPembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance ModelSiti Astiyah, Akhis R. Hutabarat,Desthy Sianipar1AbstractThis paper analyzes the impact of trade liberalization on the domestic price of industry product byutilizing the structure-conduct-performance SCP model. Applying the model to a pooled data of the 3digits ISIC level of Indonesian industry product, the result shows the abnormal price determination onindustry level after the increase of trade liberalization. The existence of this phenomenon, the downwardprofit-margin rigidity, is indicated by the increase of the profit margin, which reduces the social welfareand tends to persist the inflation. A clear consequence for the Indonesian Central Bank, is to faster andincrease the credibility of the middle and long term inflation target, either by clarify the policy signal andits consistency and increase the cooperation with the E31, L11, O24, P23Keyword Trade liberalization, Structure-Conduct-Performance, Price, Industry1 Penulis adalah peneliti pada Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank astiyah akhis desthy 524Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005I. Latar BelakangKebijakan liberalisasi deregulasi perdagangan telah dilakukan pemerintah sejak awal 1980-an. Secara gradual pemerintah membuka perekonomian dengan mengeluarkan serangkaiankebijakan penurunan tarif dan menghilangkan kebijakan non-tarif yang menghambat masuknyabarang impor secara bertahap. Di samping itu, Indonesia juga melakukan kerjasama perdaganganregional melalui ASEAN Free Trade Area AFTA. Selanjutnya kebijakan liberalisasi perdaganganmakin meningkat sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan masuknya Indonesia dalamkerjasama internasional melalui World Trade Organization WTO. Sementara itu, krisis nilai tukaryang berlanjut menjadi krisis finansial pada 1997 ≈membuka kebijakan perdagangan yang harussejalan dengan komitmen yang tertuang dalam Letter of Intent LoI antara pemerintah Indonesiadengan IMF sebagai bagian dari ≈IMF conditionalities. Ada beberapa hal yang belum menjadikomitmen Indonesia dalam WTO yang harus dilaksanakan sesuai dengan LoI yang sering dijadikan argumen dalam melakukan kebijakan liberalisasiperdagangan antara lain untuk meningkatkan efisiensi. Peningkatan efisiensi tersebut dilakukanmelalui beberapa jalur berikut. Pertama, melalui peningkatan produktivitas karena makin efisiennyaalokasi sumber daya baik dalam suatu industri maupun antar industri. Kedua, melalui peningkatanpersaingan. Liberalisasi berpotensi untuk meningkatkan kompetisi antara produsen domestikdengan luar negeri, sehingga produsen domestik yang tidak efisien akan keluar dari industriselanjutnya industri secara keseluruhan akan menjadi lebih efisien. Disamping itu, dengan makinefisien dan makin meningkatnya tingkat persaingan suatu industri maka akan mendorongpenurunan excess profit marjin keuntungan yang ≈berlebih menjadi normal profit pada produsendomestik yang sebelumnya menikmati ≈proteksi dalam sistem pasar yang oligopolistik. Hal iniakan mendorong harga barang domestik dan impor menjadi relatif lebih rendah dan selanjutnyaakan berpengaruh terhadap tingkat inflasi merupakan tugas pokok Bank Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut,studi mengenai dampak kebijakan liberalisasi perdagangan terhadap pembentukan harga produkindustri dipandang perlu. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan memprediksi secara akurattingkat inflasi dari sektor industri dan selanjutnya dapat meningkatkan akurasi prediksi inflasiindeks harga konsumen IHK. TujuanPenelitian ini bertujuan menganalisa dampak kebijakan liberalisasi perdagangan terhadappembentukan harga barang industri di pasar domestik melalui pendekatan structure-conduct 525Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance Modelperformance SCP model. Penggunaan SCP karena terkait dengan keterbatasan data yangtersedia. Pendekatan SCPpada dasarnya menganalisa dampak peningkatan perdagangan luarnegeri terhadap kinerja perusahaan yang direfleksikan dalam price-cost margin PCM yangmerupakan ukuran tingkat makin meningkatnya tingkat persaingan akibat makin terbukanya perekonomian,dihipotesakan bahwa perusahaaan tidak lagi dapat menikmati ≈excess profit sehinggaperusahaan akan menurunkan tingkat profitabilitasnya menjadi normal profit dan pada gilirannyaakan menurunkan tingkat harga produk industri di pasar MetodologiUntuk menganalisa tujuan tersebut, studi ini menggunakan analisa kuantitatif denganmenggunakan pendekatan ekonometri dengan data panel pooled time series, cross-sectiondataproduk industri 3 digit ISIC level. Analisa regresi data panel yang diterapkan adalah regresitertimbang lintas kelompok cross-section weighted regression.Mengingat peningkatan perdagangan internasional, khususnya impor, tidak seluruhnyamerupakan kontribusi kebijakan liberalisasi perdagangan, maka hasil penelitian mengenaihubungan antara kebijakan liberalisasi perdagangan dengan profitabilitas industri domestikpada dasarnya lebih bersifat PERKEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI INDONESIAKebijakan perdagangan Indonesia pada awalnya sangat protektif tetapi sejalan denganperkembangan ekonomi dan tuntutan ekonomi global, ekonomi Indonesia makin perdagangan mulai dikurangi secara bertahap sejak 1980-an dan untuk meningkatkanperdagangan antara anggota ASEAN maka disepakati pembentukan AFTA yangpemberlakuannya secara bertahap dan berlaku penuh pada awal 2002. Kebijakan liberalisasiperdagangan Indonesia makin berlanjut terutama setelah krisis finansial 1997/98 sebagaikonsekuensi dari komitmen pemerintah terhadap Perkembangan Kebijakan Perdagangan Luar NegeriPada awal 1970-an, kebijakan perdagangan luar negeri bersifat protektif yang antaralain melalui pengenaan tarif tinggi bagi barang-barang impor sejenis yang diproduksi olehperusahaan domestik. Untuk kebijakan perdagangan dalam negeri, pemerintah mulai 526Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005memberikan hak monopoli bagi pelaku usaha tertentu. Pada awal 1980-an regulasi perdaganganluar negeri mulai dikendorkan secara perlahan dengan menurunkan tarif terutama untuk bahanbaku bagi industri yang berorientasi kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk menderegulasi perdagangan luarnegeri secara bertahap, seperti tertera di Boks berikut iniPaket Kebijakan 16 Januari 1982Paket Kebijakan 16 Januari 1982Paket Kebijakan 16 Januari 1982Paket Kebijakan 16 Januari 1982Paket Kebijakan 16 Januari 19821. Mengatur ekspor/impor dan lalu lintas devisa untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia2. Mengeluarkan kebijakan Imbal Beli counter purchasePaket Kebijakan 6 Mei 1986Paket Kebijakan 6 Mei 1986Paket Kebijakan 6 Mei 1986Paket Kebijakan 6 Mei 1986Paket Kebijakan 6 Mei 1986222221. Meningkatkan daya saing ekspor Indonesia dan mengurangi hambatan yang menyebabkan kurangnyaminat investor2. Kebijakannya meliputi kemudahan tataniaga ekspor non migas, fasilitas pengembalian bea masuk, fasilitaspembebasan bea masuk, dan pemberlakuan kawasan berikatPaket Kebijakan 25 Oktober 1986Paket Kebijakan 25 Oktober 1986Paket Kebijakan 25 Oktober 1986Paket Kebijakan 25 Oktober 1986Paket Kebijakan 25 Oktober 1986Menurunkan biaya produksi dengan menurunkan bea masuk sejumlah komoditi, perlindungan produksi dalamnegeri melalui sistem tarif, pemberian fasilitas swap yang baru, dan kebijakan penanaman Kebijakan 15 Januari 1987Paket Kebijakan 15 Januari 1987Paket Kebijakan 15 Januari 1987Paket Kebijakan 15 Januari 1987Paket Kebijakan 15 Januari 1987Meningkatkan kelancaran penyediaan barang keperluan produksi dan perlindungan industri dalam negeri secaralebih efisien dengan mengubah kebijakan non-tarif menjadi tarif untuk sejumlah komoditas tertentuPaket Kebijakan 24 Desember 1987Paket Kebijakan 24 Desember 1987Paket Kebijakan 24 Desember 1987Paket Kebijakan 24 Desember 1987Paket Kebijakan 24 Desember 1987Dibukanya mobilisasi dana pada pasar uang, untuk memperlancar perijinan di bidang produksi, jasa dan investasipada umumnya, serta untuk memperlancar arus ekspor dan imporPaket Kebijakan 28 Mei 1990Paket Kebijakan 28 Mei 1990Paket Kebijakan 28 Mei 1990Paket Kebijakan 28 Mei 1990Paket Kebijakan 28 Mei 1990Penetapan penggantian proteksi melalui tata niaga impor menjadi proteksi melalui tarif bea masuk yang ditujukanuntuk meningkatkan dan memperkuat daya saing produk industri nasionalPaket Kebijakan 6 Juli 1992Paket Kebijakan 6 Juli 1992Paket Kebijakan 6 Juli 1992Paket Kebijakan 6 Juli 1992Paket Kebijakan 6 Juli 1992Pemerintah melonggarkan tata niaga impor dan inti kebijakan sehingga setiap produsen bisa melakukan imporlangsung tanpa memerlukan lagi rekomendasi dari Departemen PerindustrianPaket Kebijakan 10 Juni 1993 dan Paket Kebijakan dan Debirokratisasi 23 Oktober 1993Paket Kebijakan 10 Juni 1993 dan Paket Kebijakan dan Debirokratisasi 23 Oktober 1993Paket Kebijakan 10 Juni 1993 dan Paket Kebijakan dan Debirokratisasi 23 Oktober 1993Paket Kebijakan 10 Juni 1993 dan Paket Kebijakan dan Debirokratisasi 23 Oktober 1993Paket Kebijakan 10 Juni 1993 dan Paket Kebijakan dan Debirokratisasi 23 Oktober 1993Mencakup deregulasi di bidang otomotif, bidang ekspor/impor, bidang penanaman modal dan perijinan usaha,dan bidang farmasi2 Untuk memperkuat dampak dari kebijakan ini, pemerintah kembali mendevaluasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 12September 1986. Selain alasan untuk meningkatkan ekspor, kebijakan juga dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran pemerintahakibat jatuhnya harga minyak Rangkaian Kebijakan Deregulasi Perdagangan Indonesia 527Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance ModelDisamping itu, dengan masuknya Indonesia dalam WTO pada tahun 1995, pemerintahmengeluarkan kebijakan Mei 1995 yang secara umum berisi jadwal penurunan tarif. Penurunantarif yang dilakukan berbeda dari tahun ke tahun tergantung tingkat tarif yang ada sebelum1995. Sebagai hasil Pakmei 95, tarif rata-rata Indonesia telah turun dari 20% di 1994 menjadikurang dari 8% di tahun 2000. Sementara, Pemerintah juga menyepakati kerjasamaperdagangan di kawasan ASEAN untuk meningkatkan perdagangan antar anggota Kebijakan Kerjasama Perdagangan di Kawasan ASEANKerjasama perdagangan di kawasan ASEAN secara resmi diumumkan pada 24 Februari1977 yang disebut dengan Preferential Trade Arrangement PTA dan dalam perkembangannyamenjadi ASEAN Free Trade Area AFTA. PTA mengusulkan pelaksanaan perdagangan bebasmelalui lima cara3. Dari kelima cara yang diusulkan tersebut, hanya pengurangan tarif yangdilaksanakan cukup luas bagi barang-barang yang diperdagangkan dan berasal dari negara-negara anggota melalui CEPT Common Effective Preferential Tariff merupakan wujud darikesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebasperdagangan, untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Pada KTTke-4 telah diputuskan bahwa AFTA akan dicapai dalam waktu 15 tahun 1 Januari 1993-1Januari 2008 dan hanya menyangkut produk manufaktur, kemudian dipercepat menjadi tahun2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun tahun 2002, tarif bea masuk impor yang dikenakan terhadap barang-barangyang diperdagangkan di antara kawasan ASEAN-6 Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,Filipina, Singapura, dan Thailand diturunkan sampai pada tingkat 0-5%, kecuali untuk produksensitif, seperti beras, dan produk yang secara tetap dikecualikan, seperti narkotika dan substansipsikotropika. Komitmen Indonesia dibawah skema CEPT-AFTA menunjukkan bahwa pada 2003sekitar 99,07% tarif CEPT Indonesia telah berada pada kisaran 0-5%. Disamping itu, kesepakatandalam AFTA tidak hanya untuk menurunkan tarif tetapi juga penghapusan hambatan kuantitatifquantitative restriction dan hambatan non-tarif non-tariff barriers.Pada pertemuan 12 Juli 2003 di Jakarta, disepakati percepatan integrasi terhadap 11sektor prioritas ASEAN4. Selanjutnya untuk masing-masing sektor prioritas tersebut, tarif akanditurunkan hingga nol, hambatan non tarif dihapuskan, dan batasan nilai tukar terhadap produk-3 Kelima cara tersebut adalah menyetujui pengurangan tarif, kontrak jangka panjang, pendanaan impor dengan syarat-syarat yanglunak, mengutamakan pembelian yang dilakukan oleh pemerintah, dan pembebasan dari hambatan non tariff dalam perdagangandi ASEAN4 Ke sebelas sektor prioritas ASEAN tersebut meliputi produk kayu, otomotif, produk karet, tekstil, garmen, produk pertanian, produkperikanan, elektronik, produk kesehatan, transportasi udara, dan pariwisata. 528Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005produk tersebut akan diharmonisasikan5. Disamping itu, dengan makin keterikatannya dalamdunia global maka Indonesia juga terikat dengan aturan dalam WTOHampir seluruh produk termasuk dalam jadwal komitmen dengan WTO, kecuali barang-barang tertentu seperti kendaraan bermotor, industri baja, pesawat udara, perkapalan, danbarang bersenjata arms and explosives.Komitmen dengan WTO untuk barang-barang industri mencakup6antara lain sebagaiberikutMenghilangkan tariff surchargepada tahun 2004. Hal ini telah dilakukan Indonesia padatahun 1996, jauh sebelum batas waktu yang seluruh hambatan non-tarif NTB/non tariff barrier pada tahun telah meniadakan sebagian besar dari NTB sebelum putaran Uruguay tarif yang berlaku dibawah batas maksimum yang ditetapkan dalam komitmenWTO. Pada kenyataan, sebagian besar tarif produk industri Indonesia berada jauh di bawahtarif maksimum tarif untuk produk-produk teknologi informasi sampai dengan 0%.Sesuai dengan jadwal penurunan tarif, sebagian besar tariff line 83,4% sudah beradapada kisaran 0-10% pada 2003. Bahkan 67,9% dari total tariff lines telah diturunkan menjadi0% atau 5%.Sementara, krisis nilai tukar yang berlanjut menjadi krisis finansial pada 1997 ≈membukakebijakan perdagangan yang harus sejalan dengan komitmen yang tertuang dalam LoI antarapemerintah Indonesia dengan LOIPada intinya, perjanjian dalam LoI terikat pada pinjaman yang diberikan oleh IMF danharus sudah dilaksanakan pada saat program IMF berakhir pada Desember 2002. Perlu dicatat,komitmen dalam LoI yang tidak diatur dalam penawaran Indonesia pada Putaran Uruguaysifatnya dapat ditarik kembali setelah program IMF berakhir. Kebijakan perdagangan yangtertuang dalam LoI meliputi75 Hasil kesepatan menteri ekonomi ASEAN di Cambodia, September Magiera, Stephen L 2003,Readings in Indonesian Trade Policy 1991-2002,p. 36-1 - 36-67 Magiera, Stephen L 2003,Readings in Indonesian Trade Policy 1991-2002,p. 36-8 - 36-9 529Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance TarifPerjanjian dengan IMF sebagian besar telah tercakup dalam Paket Kebijakan Mei 1995Pakmei 95. Pemerintah setuju untuk mengurangi tarif menjadi 5% pada Februari 1998untuk mengurangi dampak depresisasi rupiah pada harga makanan. Tarif untuk produkpertanian bukan makanan juga turut dikurangi namun secara bertahap, dengan targetmaksimum 10% pada pertanian, industri besi, dan petrokimia termasuk dalam sektor yang mendapatpengecualian dari pengurangan tarif. Selain itu, menurut Pakmei 95 akan ada tiga besarantarif yakni 0, 5 dan 10% pada komoditi beras, ditetapkan tarif sebesar Rp430 per kg sampai Agustus untuk komoditi gula, dalam tiga tahun tarif akan diturunkan sebesar 25%. Hambatan Non-tarif untuk produk industriPemerintah Indonesia setuju untuk menghilangkan NTB sepanjang tidak dapat dijustifikasidengan masalah keamanan dan lingkungan. Jumlah itemsyang disetujui lebih besar dari skeduldengan Hambatan non-tarif untuk produk pertanianPemerintah setuju untuk menghapus monopoli impor yang dimiliki Bulog, kecuali untukkomoditas beras. Penghapusan NTB ini juga lebih luas dari yang dijadwalkan dalam WTO,dimana monopoli yang dimiliki oleh perusahaan milik negara masih Pajak Ekspor dan Hambatan Ekspor lainnyaDalam LoI, pemerintah Indonesia setuju untuk menghapus sebagian besar dari hambatanekspor. Pencabutan hambatan ekspor di antaranya meliputi penghapusan pajak ekspor untukproduksi kulit, bijih besi, dan sisa aluminium serta secara bertahap mengurangi pajak eksporuntuk kayu gelondongan, sawn timber, rotan dan mineral sampai menjadi maksimum 10%.Dampak dari kebijakan perdagangan yang harus ditempuh oleh pemerintah karenaketerikatan dengan bantuan program IMF tersebut membuat pasar Indonesia termasuk dalampasar yang paling terbuka, bahkan bila dibandingkan dengan negara maju sekalipun. Dalambeberapa tahun terakhir, arus masuk barang impor, khususnya barang konsumsi meningkatpesat, dan beberapa perusahaan domestik yang tidak dapat bertahan terpaksa mengurangi 530Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005atau menutup usahanya. Pertanyaannya, bagaimana dampak kebijakan liberalisasi perdaganganyang makin terbuka tersebut terhadap tingkat harga industri di pasar domestik?. Dengan makinmeningkatnya persaingan apakah akan mengurangi tingkat excess profit perusahaan domestikyang bersifat oligopolistik, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat harga di pasardomestik? Bab berikutnya akan mendiskusikan model dan analisa dampak kebijakan liberalisasiperdagangan terhadap pembentukan harga barang industri di pasar domestik melaluipendekatan SCP dimana kinerja perusahaan diukur dengan PEMBENTUKAN MODEL DAN ANALISA HASIL ESTIMASIStudi mengenai ukuran dan kecepatan respon harga domestik terhadap perubahan hargaeksternal sangat penting bagi bank sentral untuk membantu dalam pengambilan kebijakanekonomi moneter dalam rangka pencapaian tingkat inflasi sesuai dengan yang respon harga domestik cepat dan signifikan terhadap perubahan harga eksternal, makastabilisasi nilai tukar menjadi instrumen yang efektif dalam mengurangi tingkat inflasi pada sektorindustri. Sebaliknya jika harga domestik tidak terlalu dipengaruhi oleh harga eksternal, makakebijakan makroekonomi dalam mengurangi excess demand dan kebijakan mengenai upahmenjadi lebih efektif dalam menstabilkan tingkat harga. Besaran dari koefisien harga eksternaltersebut juga merupakan hal yang penting dalam pengambilan kebijakan untuk menghadapipersaingan. Jika hubungan antara kedua harga tersebut kuat, maka perdagangan bebasmerupakan alternatif yang memungkinkan untuk meningkatkan daya saing produk liberalisasi perdagangan bagi negara berkembang seringkali merupakan komitmenyang harus dilakukan karena bersifat ≈global atau dalam suatu ≈conditionality sehinggakebijakan liberalisasi perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara berkembang kemungkinantidak diikuti dengan kesiapan sektor usaha domestik. Akibatnya kebijakan liberalisasi dapatmenimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi dunia usaha domestik karenakemungkinan kalah bersaing sebagai akibat masih kurang efisiennya industri dalam negeri. Ketikaekonomi harus dibuka sangat lebar maka hal ini akan berdampak terhadap ekonomi domestikdimana salah satunya tingkat harga domestik. Dengan makin terbukanya suatu ekonomi melaluipenurunan atau pembebasan tarif bea masuk maka barang impor akan membanjiri pasar8 Dilihat dari skala usaha, sekitar 70% dari total perusahaan tersebut berskala Beberapa industri yang tidak mengalami penurunan jumlah perusahaan pada 1997 adalah tembakau; penerbitan, percetakan danreproduksi media rekaman; kimia dan barang-barang dari bahan kimia; logam dasar; mesin dan perlengkapannya; serta mesin listriklainnya dan tenaga kerja pada kelompok industri mesin dan perlengkapannya; mesin dan peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahandata; serta peralatan kedokteran, alat-alat ukur, peralatan navigasi, peralatan optik, dan jam dimana masing-masing mengalamikenaikan jumlah tenaga kerja yang cukup besar. 531Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance Modeldomestik. Persaingan antara produsen dalam negeri dengan luar negeri akan makin tajam sehinggasektor/subsektor yang tidak efisien akan keluar dari industri. Selanjutnya dengan meningkatnyaimpor akan mendorong harga domestik akan menurun dan selanjutnya akan menurunkan tingkatinflasi. Bab ini menyajikan model dampak kebijakan liberalisasi perdagangan terhadappembentukan harga barang industri melalui pendekatan price-cost margin. Sebelum pembahasanmodel dan analisa hasil estimasi, kondisi industri di Indonesia akan dianalisa secara Sekilas Industri di IndonesiaMasalah utama dalam menganalisa dampak kebijakan liberalisasi terutama terkait denganketersediaan data. Hampir seluruh data kecuali yang disebutkan yang digunakan untuk analisaini merupakan hasil pengolahan dari data hasil survei yang dilakukan oleh kurun waktu 1990√1997 jumlah perusahaan industri berskala besar dan sedangmenunjukkan tendensi yang meningkat11. Namun demikian sejak krisis finansial pada 1997/98, jumlah perusahaan cenderung menurun secara gradual meskipun sudah mulai meningkatpada 2002 Gambar periode krisis 1997/98, jumlah perusahaan mengalami penurunan masing-masingsebesar 3% dan 4% pada 1997 dan 1998. Pada periode tersebut, penurunan jumlah perusahaanterjadi hampir di seluruh kelompok industri12. Pada tahun 2001, secara keseluruhan jumlah11Dilihat dari skala usaha, sekitar 70% dari total perusahaan tersebut berskala industri yang tidak mengalami penurunan jumlah perusahaan pada 1997 adalah tembakau; penerbitan, percetakan danreproduksi media rekaman; kimia dan barang-barang dari bahan kimia; logam dasar; mesin dan perlengkapannya; serta mesin listriklainnya dan Jumlah Perusahaan IndustriBesar dan SedangJumlah 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002Sumber BPS, diolah 532Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005perusahaan sudah meningkat terutama terkait dengan pertambahan jumlah perusahaan padakelompok industri mesin dan perlengkapannya; dan peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi,optik, dan jam. Sementara itu dilihat dari komposisi jumlah perusahaan menurut jenis industri,sekitar 50% jumlah perusahaan terdiri dari kelompok industri makanan dan minuman, pakaianjadi, tekstil, dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri terhadap totalkeseluruhan tenaga kerja nasional di seluruh sektor dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata dibawah 14%. Bahkan pertumbuhan tenaga kerja pernah negatif pada saat terjadinya krisisakibat banyaknya pemutusan hubungan kerja. Meskipun demikian, sejalan denganperkembangan jumlah perusahaan, maka tenaga kerja di industri besar dan sedangmenunjukkan tendensi kenaikan pada periode 1990-1996. Pertumbuhan tenaga kerja di sektorindustri skala besar dan sedang mulai melambat sejak tahun 1997 bahkan menurun padaperiode krisis 1997/ lihat dari skala industri, pertumbuhan jumlah tenaga kerja pada tahun 1999 dan 2000di industri besar dan sedang lebih tinggi dari pertumbuhan tenaga kerja seluruh sektor. Padatahun 2001 dan tahun 2002 terjadi sebaliknya, tenaga kerja nasional tumbuh 1,08% dan0,92% sedangkan tingkat pertumbuhan tenaga kerja industri besar dan sedang hanya tahun 2001 dan menurun 0,41% pada tahun struktur pasar industri secara umum menunjukkan struktur pasar yang relatifmasih terkonsentrasi. Dengan menggunakan ukuran concentration ratio 4 perusahaan CR3untuk mengukur market power, maka CR4 dari 10 kelompok industri masih berkisar antaraGambar Jumlah Tenaga Kerja di Sektor IndustriBesar dan Sedang'00005001000150020002500300035004000450050001990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002Jumlah Tenaga KerjaSumber BPS, diolah 533Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance Model76-96%. Hal ini mengindikasikan bahwa 4 perusahaan terbesar dapat menguasai pangsa pasaryang sangat besar. Selanjutnya, jika dilihat lebih jauh, maka 37% dari kelompok industri 5 digitISIC level mempunyai CR3 yang cukup besar yaitu diatas 75% Tabel Hal ini mengindikasikanbahwa 3 perusahaan terbesar dapat menguasai pasar lebih dari 75%. Dengan kata lain, masihcukup banyak kelompok industri yang sangat Rasio Konsentrasi di atas 75% industriJenis industriJenis industriJenis industriJenis industriCR3CR3CR3CR3CR3 Perus Perus Perus Perus Perus1 15321 tepung terigu 100,0 32 26411 semen 100,0 43 29113 komponen dan suku cadang motor penggerak mula 96,3 64 35911 sepeda motor dan sejenisnya 95,0 125 24231 bahan farmasi 94,6 96 26501 barang dari marmer dan granit untuk keperluan rumah tangga dan pajangan 91,8 47 24123 pupuk buatan majemuk hara makro primer 91,6 78 24122 pupuk buatan tunggal hara makro primer 90,6 99 26111 kaca lembaran 90,3 1210 28931 alat pertanian dari logam 89,3 1511 23204 pembuatan minyak pelumas 86,1 612 25192 barang-barang dari karet untuk keperluan industri 85,8 2213 26324 bahan bangunan dari tanah liat selain batu bata dan genteng 84,3 814 29114 penunjang industri motor penggerak mula 82,1 2115 23203 barang-barang dari hasil kilang minyak bumi 81,3 516 34100 kendaraan bermotor roda empat atau lebih 81,1 1317 27101 besi dan baja dasar iron and steel making 77,8 1418 26509 barang dari marmer, granit dan batu lainnya 77,7 3519 24299 bahan kimia dan barang kimia lainnya 76,4 2720 27320 pengecoran logam bukan besi dan baja 75,2 7Meskipun demikian, cukup banyak juga kelompok industri yang pasarnya sudah lebihmendekati persaingan sempurna. Hal ini diindikasikan dengan CR4 yang cukup rendah sekitar12% pada industri pakaian jadi, barang dari kayu, dan Survei ModelHanya sedikit studi empiris mengenai dampak kebijakan liberalisasi perdagangan terhadapharga domestik. Yang dan Hwang 2001 mengkaji dampak liberalisasi perdagangan terhadapharga barang industri domestik Korea. Mereka mengacu pada model yang dikembangkanPugel 1980, yaitu model penentuan harga pada sebuah perusahaan monopoli yang 534Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2005menghadapi persaingan dari suatu produk impor. Aplikasi model menggunakan data panel 18sektor industri dengan 3 digit SIC level untuk periode sampel dan masing-masing merupakan fungsi permintaan terhadap produk domestikdan adalah fungsi dari kedua harga produk, dan barang impor merupakan fungsi dari pasokan impor, diasumsikan bahwa sejumlah proporsi tetap dari pendapatan total konsumen γdibelanjakan untuk membeli kedua jenis barang tersebut, yakni monopolis tersebut memaksimalkan keuntungan, Z, berdasarkan dengan kendalafungsi persamaan = biaya marjinal konstan produksi domestik. Kondisi turunan pertama untukmemperoleh keuntungan maksimum adalah menata persamaan dan mensubstitusi dengan rasio penetrasi impor,m,dimana, harga domestik adalah >=MMMDMDMMQQPPQQ0, >=MMMMMPQPPγ=+MMDDQPQPDPDDMMQCQPZ −−= γDC0=+−+−−DMDMDDDDMMMMDMDMMPPQQCPPQQPPPQMMDDMMQPQPQPm+=−=mmCPDD1φ+−−=MDMSMDDDMSMDDMMMDDεεεεεεεεε 535Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance Model= elastisitas harga barang impor= elastisitas harga barang domestik terhadappermintaan barang domestik= elastisitas harga barang impor terhadap permintaanbarang impor= elastisitas permintaan barang domestik terhadappermintaan barang impor dan utama dari persamaan adalah bahwa efek kompetisi impor terhadap hargabarang domestik tergantung pada pangsa impor, m. Karena makaharga barang domestik yang ditentukan oleh pelaku monopoli akan turun jika pangsa impormeningkat, yaituDengan melakukan modifikasi terhadap model dimana PCMtergantung pada tingkatkompetisi industri tersebut dan pangsa impor, persamaan menjadi S adalah tingkat kompetisi, .S=0 jika industri berada dalam kompetisisempurna PCM= 0. S=1 jika industri bersifat monopolistik melinierisasi persamaan dan mensubstitusinya dengan variabel-variabel yangdapat diukur, diperoleh persamaan empiris harga domestik berikut Pitmerupakan harga domestik industri ipada periode t; ULC dan UMC mewakili biayatenaga kerja dan biaya bahan baku per unit output. MD dan CR masing-masing merupakanvariabel permintaan pasar dan rasio konsentrasi pasar; dan IPR adalah rasio penetrasi persamaan tingkat kompetisi impor tidak mempengaruhi struktur market,sementara berdasarkan Pugel 1980, efek dari kompetisi impor diharapkan lebih kuat di industridomestik yang terkonsentrasi. Karena pada persamaan belum dimodifikasi denganmemasukkan unsur interaksi antara CRdan IPRmaka interaksi keduanya perlu dikaji untukmenganalisa dampak dari kompetisi impor terhadap industri domestik yang lebih samping itu penambahan interaksi variabel juga diperlukan untuk MD dan CR untukmerefleksikan kemungkinan bahwa efek dari perubahan permintaan pasar lebih besar jikaMSεDDεMMεDMMDεε,0=− 537Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Perilaku Pembentukan Harga Produk Industri melaluiStructure-Conduct Performance Modelterkait dengan ketersediaan input industri, misalnya tenaga kerja yang ahli atau produktif,modal kerja, dan bahan baku impor. Sementara itu BBBBB adalah vektor variabel-variabel yangmempengaruhi barrier to entry, seperti rasio iklan terhadap penjualan dan rasio pengeluaranriset dan pengembangan terhadap negatif antara PCMdengan pangsa impor dapat dijelaskan dari persamaan model Pugel 1980, dimana penataan dan penyederhanaan persamaan dan diperoleh PCM yangmemaksimalkan keuntungan, PCM optimal suatu perusahaan monopolistik merupakan fungsi dari pangsa impor PMQM/PDQD dan berbagai elastisitas penawaran dan permintaan. Berdasarkan restriksi persamaan diperoleh magnitud elastisitas , sehingga bagian persamaanpada kurung siku di persamaan menjadi negatif. Dengan demikian, PCMdan pangsaimpor memiliki hubungan negatif, Penerapan ModelDalam penelitian ini pengaruh liberalisasi perdagangan internasional dan struktur pasarterhadap kinerja pasar domestik diuji dengan pendekatan SCP. Hipotesis yang akan diuji adalahbahwa perdagangan internasional yang semakin liberal telah mendorong perusahaan-perusahaan industri domestik memperbaiki kinerjanya dengan menjaga kestabilan ataumengurangi marjin keuntungan PCM agar menjadi lebih kompetitif. Ukuran liberalisasiperdagangan diwakili oleh variabel keterbukaan perdagangan internasional opennes dan rasiopenetrasi impor. Pada pengujian indikator opennes, dampak pada peningkatan daya saingterjadi pada industri yang menjual produknya baik ke pasar domestik maupun pasar internasionalMMMMMDMMDMQPQPPP−=11// +−−+=−=MSMDDMMMDDDDMDMSMDDDMMDDDQPQPPCPPCMεεεεεεεεε0=−MDDMMMDDεεεε0 0 dan β2, β3,β5 The influx of imported goods in the domestic market will pressure domestic producers to be more efficient. The more effiecient the domestic firm, the more competitive it becomes. This competitive firm is expected to have opportunities to expand to a larger market. This study analyzed the effect of trade liberalization to industrial performance in Indonesia. This study exploited data at the industry level, ie 38 industries of three digits International Standard Industrial Classification ISIC during 2000-2009. The analysis was conducted within Structure Conduct Performance SCP framework. Industrial performance was measured by price-costmargin and trade liberalization was measured by export share and a dummy indicating implementation of Asean Free Trade Area AFTA. Using the fixed effect model, the result showed weak evidence of the effect of trade liberalization to industrial performance in Indonesia. Dummy AFTA was negative and significant to industrial performance while export share was insignificant. The results might indicate that the adoption of AFTA endangered domestic firms’ performance.

liberalisasi perdagangan akan membentuk ketergantungan pada bidang